Komjen Pol. Marthinus Hukom: Tantangan Besar Penanganan Narkoba di Indonesia dan Strategi BNN dalam Menghadapinya
Komjen Pol. Marthinus Hukom: Tantangan Besar Penanganan Narkoba di Indonesia dan Strategi BNN dalam Menghadapinya”*
Oleh.Dr.M.Retno Daru Dewi, AMK, S.Psi
www.newsgbn.com||Peredaran narkotika di Indonesia telah mencapai titik kritis, di mana narkoba bukan hanya menjadi masalah kesehatan, tetapi juga krisis moral dan ancaman serius terhadap masa depan bangsa. Kepala BNN, Komjen Pol. Marthinus Hukom, dalam wawancaranya, menyoroti betapa besarnya tantangan yang dihadapi dalam upaya pemberantasan narkoba di Indonesia. Dari data yang ada, perputaran uang dari bisnis narkotika mencapai 500 triliun rupiah per tahun, yang menjadikan bisnis ini sangat menguntungkan dan sulit diberantas.
Dalam wawancara tersebut, Komjen Pol. Hukom membahas berbagai sisi dari permasalahan narkoba, mulai dari aspek moral, ekonomi, hingga dampak terhadap masa depan bangsa. Presiden terpilih Prabowo Subianto juga menekankan pentingnya penanganan masalah narkotika dengan serius sebagai prioritas nasional.
*Dampak Moral: Narkoba Menggerogoti Bangsa*
Narkoba telah menciptakan bencana moral yang menghancurkan sendi-sendi nilai dalam masyarakat. Menurut data BNN, dari 3,3 juta pengguna narkoba di Indonesia, sebagian besar adalah remaja. Mereka tidak hanya terpapar secara fisik, tetapi juga mengalami kerusakan mental yang berdampak pada perilaku sosial. Pengguna narkoba sering kali terlibat dalam tindak kejahatan seperti pencurian, perampokan, bahkan kekerasan. Ini menunjukkan bahwa narkoba merusak moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Narkoba menyerang mental dan saraf pengguna, yang pada akhirnya mempengaruhi tindakan dan keputusan mereka. Dengan mayoritas pengguna berusia muda, Indonesia berisiko kehilangan generasi yang diharapkan dapat mewujudkan visi
Indonesia Emas 2045. “Generasi yang terjerat narkoba tidak hanya menghancurkan diri sendiri, tetapi juga masa depan bangsa,” tegas Komjen Pol. Hukom.
*Narkoba Sebagai Bisnis Gelap dan Tantangan Ekonomi*
Salah satu alasan utama mengapa pemberantasan narkoba sulit dilakukan adalah karena bisnis ini sangat menguntungkan. Dengan perputaran uang mencapai 500 triliun rupiah per tahun, sindikat narkoba telah menciptakan fenomena “patronisasi,” di mana mereka memberikan bantuan ekonomi kepada masyarakat, terutama di daerah miskin. Di beberapa wilayah seperti Kampung Beting di Kalimantan Barat dan Kampung Putun di Kalimantan Tengah, masyarakat justru melihat para bandar narkoba sebagai solusi bagi masalah ekonomi mereka.
Ini menambah tantangan dalam pemberantasan narkoba, karena masyarakat lokal sering kali melindungi para bandar demi kelangsungan hidup mereka. Fenomena ini menggarisbawahi perlunya pendekatan ekonomi dalam penanganan narkoba. Selama masyarakat masih bergantung pada ekonomi gelap yang diciptakan oleh para bandar, sulit untuk menghilangkan pengaruh narkoba dari kehidupan mereka.
*Strategi BNN: Kolaborasi, Intelijen, dan Ketahanan Sosial*
BNN telah merancang strategi komprehensif untuk menangani masalah narkoba yang mencakup lima pendekatan utama:
Kolaborasi antar lembaga: Masalah narkoba tidak bisa ditangani oleh satu lembaga saja. Kolaborasi antara kementerian, lembaga penegak hukum, dan organisasi masyarakat diperlukan untuk mengatasi berbagai dimensi masalah narkoba. Kolaborasi ini melibatkan Kementerian Pendidikan, Kementerian Sosial, dan lembaga lainnya dalam upaya menangani penyebaran narkoba di kalangan pelajar dan masyarakat.
*Intelijen*: Banyak sindikat narkoba yang beroperasi secara terorganisir dan dilindungi oleh masyarakat lokal. Oleh karena itu, strategi intelijen menjadi penting dalam memahami kekuatan dan jaringan sindikat narkoba. Di beberapa wilayah seperti Kampung Aceh di Batam, para bandar narkoba memiliki dukungan dari masyarakat. Intelijen memungkinkan BNN untuk mengidentifikasi dan mematahkan jaringan ini secara efektif.
*Ketahanan sosial diwilayah rawan:* BNN juga fokus pada penguatan ketahanan sosial di wilayah-wilayah pesisir dan perbatasan, yang sering menjadi jalur masuk narkoba dari luar negeri. Wilayah-wilayah seperti Golden Triangle (Thailand, Myanmar, Laos) dan Golden Crescent (Afghanistan, Iran, Pakistan) menjadi titik perhatian utama dalam pengawasan peredaran narkoba.
*Penguatan kerjasama intelijen internasional*:BNN tidak hanya beroperasi di tingkat nasional tetapi juga bekerja sama dengan lembaga internasional untuk memberantas narkoba lintas batas. Kerjasama ini sangat penting mengingat banyaknya jaringan narkoba internasional yang menggunakan Indonesia sebagai pasar.
*Pendekatan tematik dan ikon*: Untuk daerah-daerah yang sudah terindikasi sebagai basis peredaran narkoba, BNN mengadopsi pendekatan tematik yang mencakup pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi pengguna, dan pemberantasan hukum. Masyarakat, termasuk tokoh agama dan ulama, diajak untuk berperan aktif dalam merubah struktur sosial yang telah dibentuk oleh para bandar.
Narkoba adalah ancaman nyata bagi Indonesia, bukan hanya dari sisi kriminalitas, tetapi juga dari segi moral dan masa depan bangsa. Dengan strategi yang komprehensif dan dukungan penuh dari masyarakat, BNN di bawah kepemimpinan Komjen Pol. Marthinus Hukom terus berupaya mengatasi masalah ini. Namun, keberhasilan penanganan narkoba tidak hanya bergantung pada tindakan hukum, tetapi juga pada pemberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat, serta kolaborasi antara lembaga di tingkat nasional dan internasional.
Indonesia memiliki potensi besar untuk keluar dari krisis narkoba ini, tetapi perlu ada komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, untuk bekerja sama mewujudkan Indonesia yang bersih dari narkoba.