Mafia Tanah, Pencegahan dan Pemberantasannya

Gema Berita Nusantara

Jakarta, newsgbn.com ||Kasus yang melibatkan mafia tanah kerap terjadi di Indonesia. Korban mafia tanah tidak hanya masyarakat biasa, namun juga pejabat, mantan pejabat  dan bahkan lembaga negara.  Beberapa kasus mafia tanah yang sempat menjadi perhatian publik adalah Kasus yang  menimpa orang tua artis Nirina Zubir dan kasus (POST TANGGAL 28 NOVEMBER) yang menimpa orang tua mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal.

Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, mafia merujuk pada perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal) sedangkan tanah adalah permukaan bumi yang diberi batas, permukaan bumi yang terbatas yang ditempati suatu bangsa yang diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara.  Salah satu faktor penyebab mafia tanah adalah semakin bertambahnya jumlah penduduk, sementara disisi lain ketersediaan tanah semakin terbatas. Kondisi inilah yang kemudian mendorong nilai tanah semakin lama semakin tinggi dan relatif mahal mengingat sifatnya yang terbatas (scarce).

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menggolongkan praktik mafia tanah bersifat extraordinary crime atau kejahatan yang luar biasa. Dalam setiap aksinya para pelaku menggunakan berbagai macam modus operandi.

 

Modus Operandi Mafia Tanah

Mafia tanah merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang yang saling bekerja sama untuk memiliki ataupun menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah atau melanggar hukum. Biasanya para pelaku menggunakan cara-cara yang terencana, rapi, dan sistematis. Penguasaan tanah secara ilegal seringkali memicu terjadinya konflik atau sengketa yang acapkali menimbulkan korban nyawa manusia.

Ada berbagai modus para mafia tanah ini untuk mendapatkan lahan secara ilegal, seperti menggunakan surat hak-hak tanah yang dipalsukan, pemalsuan atau hilangnya warkah tanah, pemberian keterangan palsu, pemalsuan surat, jual beli fiktif, penipuan atau penggelapan, sewa menyewa, menggugat kepemilikan tanah, menguasai tanah dengan cara ilegal, KKN dengan aparat atau pejabat terkait, hingga merekayasa perkara di pengadilan.

Modus terbanyak yang digunakan oleh mafia tanah adalah pemalsuan dokumen. Mantan Menteri Agraria dan Tata Rruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil mengungkapkan dari 305 kasus yang dijadikan target operasi, modus operandi terbanyak terdiri dari pemalsuan dokumen sebanyak 66,7%, kejahatan penggelapan atau penipuan sebanyak 15,9%, pendudukan ilegal tanpa hak sebanyak 11%, dan jual beli tanah sengketa 3,2%.

 

Perlindungan Diri dari Mafia Tanah

Secara hukum penguasaan tanah sudah dibagi menjadi beberapa bentuk hak penguasaan tanah. Penguasaan tanah itu diberikan kepada individu, masyarakat adat atau hak komunal, instansi pemerintah, perusahaan berbadan hukum, lembaga keagamaan dan sosial dan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Perturan Dasar Pokok-Pokok Argaria.

Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang No 5 Tahun 1960 , hak-hak atas tanah di Indonesia dibagi  menjadi;

  1. hak milik,
  2. Hak guna-usaha,
  3. Hak guna-bangunan,
  4. Hak pakai,
  5. Hak sewa,
  6. Hak membuka Tanah,
  7. Hak memungut-Hasil Hutan,
  8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Pemegang hak atas tanah, baik individu, masyarakat maupun instansi, dapat melindungi diri dari praktik mafia tanah dengan memastikan bahwa tanah tersebut sudah terdaftar di BPN dan bersertifikat.    Jika sudah memiliki sertifikat, maka pemegang hak atas tanah harus tidak memperlihatkan atau menyerahkan atau menitipkan kepada orang lain.  Pemegang hak atas tanah disarankan agar menyelesaikan Akta Jual Beli (AJB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM) sendiri dan sedapat mungkin menghindari penggunaan surat kuasa., Di samping itu, pemegang hak atas tanah harus menjaga dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan sifat hak atas tanah yang dimilikinya.

Masyarakat tidak perlu khawatir dalam melakukan peralihan hak atas tanah karena sistem database milik Kementerian ATR/BPN sudah bersifat terbuka (online), sehingga masyarakat dapat langsung mengecek progress dari kinerja PPAT yang dapat dipantau secara langsung.

 

Upaya Hukum Melaporkan Mafia Tanah

Jika menjadi korban penipuan mafia tanah, pemegang hak atas tanah atau keluarganya dapat melakukan upaya hukum.  Sebelum melakukan pelaporan ke kepolisian terdekat, korban disarankan untuk mengumpulkan seluruh berkas tanah dan menyusun kronologi kasus yang dialami.

 

Setelah semua berkas dan kronologi lengkap,  korban harus melaporkan kasus ke kepolisian terdekat. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), beberapa delik pidana bisa menjadi acuan pemidanaan dalam kejahatan tanah, yaitu:

  1. Pasal 167, “masuk dalam rumah, pekarangan secara melawan hukum.”
  2. Pasal 263, “membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak.”
  3. Pasal 266, “memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik.”
  4. Pasal 385, “secara melawan hukum menjual, menukar atau membebani sesuatu hak tanah”
  5. Pasal 372, ‘’melakukan penggelapan hak suatu benda punya orang lain.’
  6. Pasal 378, ‘’melakukan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan.’
  7. Pasal 55 serta Pasal 56, ‘’memberikan bantuan terhadap suatu tindak kejahatan.’’

Selain ke kepolisian terdekat, korban dapat melaporkan mafia tanah ke Kementrian ATR/BPN di Jakarta, melalui website http://www.lapor.go.id atau melalui hotline Whatsapp di 081110680000.

Sebenarnya, pemerintah telah memiliki sejumlah strategi untuk memberantas praktik mafia tanah. Salah satunya adalah dengan menjalankan pelayanan elektronik hak tanggungan/HT-el yang meliputi pendaftaran hak tanggungan, roya, cessie dan subrogasi. Selain itu strategi lainnya adalah layanan elektronik enformasi pertanahan untuk zona nilai tanah (ZNT) serta surat keterangan pendaftaran tanah (SPKT) dan pengecekan sertipikat, serta modernisasi layanan permohonan surat keputusan pemberian hak atas tanah.

Selain itu, pemerintah membentuk satgas mafia tanah mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah dan bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN terkait.

Tugas tim pelaksana satuan tugas mafia tanah adalah:

  1. melaksanakan penelitian dan pengumpulan bahan keterangan terhadap kasus pertanahan yang terindikasi keterlibatan mafia tanah dan/atau berdimensi luas dan klasifikasi kasus berat.
  2. melaksanakan koordinasi dengan instansi lain terkait dengan penanggulangan dan penanganan kasus pertanahan yang melibatkan mafia tanah.
  3. melimpahkan hasil penanganan kasus pertanahan yang terindikasi keterlibatan Mafia Tanah kepada pihak kepolisian untuk penanganan lebih lanjut.
  4. melaporkan hasil dari pelaksanaan satuan tugas secara berkala setiap 3 bulan sekali.
  5. membuat laporan hasil penanganan dan rekomendasi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di tingkat Kementerian dan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi.(*Eriks red).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *